Ditulis Oleh : Muhammad Rais Fadillah
Banyak orang menyangka, bahwa dengan dali berkerja sudah ukup baginya untuk alasan meninggalkan majlis ilmu. Hingga mereka tidak merasa berdosa ketika tidak mampu membaca Al-Qur’an hingga usia tua, tidak pula mengerti tentang makna dari ayat ayat Al-Qur’an yang seharusnya menjadi rambu-rambu hidupnya.
Jika kita membaca kisah para ulama dan shalihin sejak zaman dahulu hingga yag bisa kita saksikan hari ini, mereka juga terlepas dari pekerjaan dan mencari ma’isyah. Akan tetapi, itu bukan alasan untuk meninggalkan ilmu syar’i. mereka meluangkan waktu khusus, setiap pecan atau bahkaan setiap harinya.
Imam Bukhori dala shahihnya meriwayatkan dari Umar bin Khathab bahwa beliau berkata,” Saya memiliki tetangga dari golongan Anshar, dimana kami saling bergantian untuk bisa meghadiri majlis Rasulullah SAW. Dia hadir menghadiri satu hari akupun juga satu hari. Jika aku pulang dari majlis Rasulullah SAW, akupun segera memberitahukan kepadanya apa yang aku dengar. Begitupun jika dia yan menghadiri majlis, ia juga segera mengabarkannya kepadaku.
Ada komentar bagus dari Al-Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah tentang riwayat ini. Beliau berkata, “ Di dalamnya terdapat pelajaran bahwa orang yang menuntut ilmu hendaknya tidak berpaling dari belajar dengan alasan ma’isyah (mata pencaharian) maupun karena urusan keluarga. Hendaknya dia berusaha untuk bertanya kepada temannya tentang ilmu yang terluput darinya jika terpaksa tidak bisa mengadirinya.”
Maka sudah sepatutnya seorang muslm memmiliki jadwal khusus dan rajin belajar ilmu syar’I, baik itu membaca buku atau menghadiri majlis ilmu. Dan lebih indah jika diadakan didalam rumah tangga, sebagaimana yang dilaukan di rumah tangga Nabi SAW.
Banyak orang menyangka, bahwa dengan dali berkerja sudah ukup baginya untuk alasan meninggalkan majlis ilmu. Hingga mereka tidak merasa berdosa ketika tidak mampu membaca Al-Qur’an hingga usia tua, tidak pula mengerti tentang makna dari ayat ayat Al-Qur’an yang seharusnya menjadi rambu-rambu hidupnya.
Jika kita membaca kisah para ulama dan shalihin sejak zaman dahulu hingga yag bisa kita saksikan hari ini, mereka juga terlepas dari pekerjaan dan mencari ma’isyah. Akan tetapi, itu bukan alasan untuk meninggalkan ilmu syar’i. mereka meluangkan waktu khusus, setiap pecan atau bahkaan setiap harinya.
Imam Bukhori dala shahihnya meriwayatkan dari Umar bin Khathab bahwa beliau berkata,” Saya memiliki tetangga dari golongan Anshar, dimana kami saling bergantian untuk bisa meghadiri majlis Rasulullah SAW. Dia hadir menghadiri satu hari akupun juga satu hari. Jika aku pulang dari majlis Rasulullah SAW, akupun segera memberitahukan kepadanya apa yang aku dengar. Begitupun jika dia yan menghadiri majlis, ia juga segera mengabarkannya kepadaku.
Ada komentar bagus dari Al-Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah tentang riwayat ini. Beliau berkata, “ Di dalamnya terdapat pelajaran bahwa orang yang menuntut ilmu hendaknya tidak berpaling dari belajar dengan alasan ma’isyah (mata pencaharian) maupun karena urusan keluarga. Hendaknya dia berusaha untuk bertanya kepada temannya tentang ilmu yang terluput darinya jika terpaksa tidak bisa mengadirinya.”
Maka sudah sepatutnya seorang muslm memmiliki jadwal khusus dan rajin belajar ilmu syar’I, baik itu membaca buku atau menghadiri majlis ilmu. Dan lebih indah jika diadakan didalam rumah tangga, sebagaimana yang dilaukan di rumah tangga Nabi SAW.
|
Dan ingatlah apa yang dibacakan di
rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah
adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.
Qs. Al- Ahzab : 34 |
0 komentar:
Posting Komentar