.

Rabu, 17 Agustus 2016


Bulan ini bangsa Indonesia kembali memperingati hari kemerdekaannya yang ke 64. Kesemarakan menyambut hari bersejarah itu sudah nampak dari jauh-jauh hari. Spanduk, lampu hias, bendera, sampai baliho-baliho besar bertuliskan ucapan “Dirgahayu Kemerdekaan” menghiasi jalan-jalan raya. Iklan-iklan ucapan selamat hari kemerdekaan dan acara spesial kemerdekaan dimedia massa pun bertebaran menambah gegap gempita menyambut hari bersejarah itu.

Namun dibalik kesemarakan itu masih terselip pertanyaan dibenak kita; benarkah kita sudah merdeka? Pasalnya kita banyak melihat disana-sini fenomena yang menunjukkan hal sebaliknya. Dalam aspek ekonomi, sosial, politik, hukum, maupun budaya kita banyak mendapatkan kenyataan bahwa masyarakat kita masih jauh dari kemerdekaan. Begitu juga dengan perilaku individunya, banyak yang masih membebek kepada kehidupan yang tidak sesuai dengan akhlak Islam. Padahal Indonesia adalah negri Muslim terbesar di dunia. Dan The Pounding Father kita mengakui dengan jujur dalam mukaddimah undang-undang dasar 1945, bahwa kemerdekaan ini diraih atas berkat rahmat Allah swt. Artinya dalam mengisi kemerdekaan ini hendaknya kita tidak boleh melupakan Tuhan yang telah memberi kita nikmat kemerdekaan ini.
Kemerdekaan yang Menyeluruh
Suatu Negara bisa dikatakan merdeka secara hakiki apabila kemerdekaan tersebut terjadi secara menyeluruh dalam semua pilar-pilarnya. Kemerdekaan tersebut bukan hanya dalam konteks Negara semata tetapi juga individu dan masyarakat yang menjadi pengisi sebuah Negara. Dalam konteks individu kemerdekaan berarti terbebasnya seseorang dari tekanan hawa nafsunya dalam melakukan segala aktifitasnya. Menurut DR. Ing. Fahmi Amhar (Arti Kemerdekaan Hakiki dalam Perspektif Islam,  2001), individu yang merdeka ialah seorang yang ketika ia bersikap dan berperilaku akan selalu di dasarkan kepada pertimbangan rasional. Dan bagi orang yang beriman pertimbangan rasionalnya adalah ketika ia menyandarkan segala perbuatannya kepada aturan Allah swt.  Imam Ali ra.  mengibaratkan hal tersebut dalam satu ungkapan; ”Seorang budak beramal karena takut hukuman, pedagang beramal karena menginginkan keuntungan, dan orang merdeka beramal karena mengharap keridhaan dari Allah swt.”
Maka jika ada seorang manusia dalam kehidupannya senantiasa dikendalikan hawa nafsu maka berarti dia belum menjadi orang merdeka yang sebenarnya. Meskipun ia bukan seorang budak dan hidup di sebuah masyarakat dan Negara merdeka. Karena ia terbelenggu oleh hawa nafsunya yang senantia memaksanya untuk melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan akal sehatnya. Kehidupannya selalu terjajah oleh hawa nafsunya sendiri sehingga mengakibatkan terjerumusnya ia kejurang kebinasaan baik di dunia maupun di akhirat. Allah swt. berfirman:
Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, Maka Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). (QS. An-Naazi’aat:37-39).
Dalam Tafsir Fathul Qadir Imam As-Syaukani mengatakan; orang yang melampaui batas adalah yang melampaui batas dalam kekufuran dan maksiat kepada Allah. Lebih mendahulukan dunia ketimbang akhirat. Sedangkan Imam Al-Baidhawi menyatakan, maksud ayat di atas adalah; adapun orang yang melampaui batas hingga dia kufur serta memilih kehidupan dunia dan tidak mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat dan membersihkan diri dari hawa nafsu maka tempat kembalinya adalah neraka.
Sedangkan dalam konteks masyarakat, kemerdekaan adalah ketika mereka tidak lagi menjadi pengekor pola pikir, budaya dan bahkan agama para penjajah. Masyarkat yang merdeka memiliki pola pikir, budaya dan agama yang khas yang membedakan mereka dari masyarakat lain (Fahmi Amhar, 2001). Kita bisa menjadikan masyarakat Madinah sebagai contoh masyarakat yang merdeka secara hakiki. Setelah Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, beliau mulai menata masyarakat di sana dengan kehidupan yang Islami yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Semula persatuan masyarakat dibangun di atas landasan kesukuan yang sangat rapuh dan sering memunculkan pertikaian di sana-sini, maka kemudian dirubah menjadi berlandaskan agama yang kokoh dan memunculkan ketentraman dan kedamaian. Budaya yang semula mengikuti budaya jahiliyah warisan nenek moyang yang dipenuhi takhayyul dan khurafat diganti menjadi budaya yang Islami yang rasional dan bernilai luhur.
Adakah masyarakat kita saat ini memiliki pola pikir dan budaya yang terlepas dari pola pikir dan budaya para penjajah? Jawabannya bisa kita dapatkan di sekeliling kita. Mulai dari cara berbusana, makan, bergaul, bertetangga dan lainnya masyarakat kita sangat jauh dari ciri khas masyarakat Islam. Walaupun busana yang dipakai oleh masyarkat kita hasil rancangan para desainer  dalam negri, kain yang digunakannya adalah batik buatan dalam negri tetapi modenya jelas mengikuti tren mode dunia yang dikendalikan Negara-negara penjajah. Pergaulan yang membudaya di tengah masyarakat kita tidak bebas dari tren pergaulan dunia. Mulai dari anak remajanya sampai kepada orang dewasa. Semua merasa malu jika tidak mengikuti gaya hidup kaum penjajah yang dikemas dengan rapi dan menarik. Mereka tidak sadar bahwa mereka sedang berada di bawah kendali para penjajah. Akhlak mereka tengah dihancurkan secara sistematis.
Ternyata kita baru terlepas dari belenggu penjajahan secara fisik saja. Sementara pola kehidupan masyarakat kita tidak berbeda dengan kondisi saat dijajah. Maka tidak heran walapun negri ini sudah 63 tahun lepas dari cengkeraman penjajah tetapi tidak pernah mengalami kebangkitan yang ada malah kebangkrutan. Mengapa ini terjadi? Karena racun yang ditinggalkan oleh para penjajah terus kita minum setiap hari. Bahkan kita telah ketagihan meminum racun tersebut. Sehingga kalau habis maka kita pun merengek-rengek minta diracun lagi. Racun itu bernama pemikiran dan budaya para penjajah. Kebebasan berekspresi, pornografi dan pornoaksi, pergaulan bebas, sikap individualistik, hedonisme, dugem, dan sejenisnya adalah sederet pemikiran penjajah yang masih membudaya dan bahkan seperti telah menjadi ciri khas masyarakat kita. Padahal masyarakat kita adalah masyarakat religius, memiliki budaya yang luhur yang berlandaskan kepada agamanya yaitu Islam. Tetapi semua itu digerus oleh badai budaya asing penjajah sehingga kita tidak lagi memiliki identitas yang unik sebagai sebuah masyarakat yang berlandaskan agama.
Sedangkan Negara yang merdeka adalah yang terbebas dari penjajahan baik secara fisik, politik, ekonomi juga budaya. Negara tersebut bebas menerapkan aturannya dalam melindungi rakyatnya. Tidak lagi ada tekanan dari Negara yang pernah menjajahnya atau lainnya. Dan bagi umat Islam tentu saja Negara tersebut haruslah sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah saw.  yaitu sebuah Negara yang menerapkan aturan Allah dalam berbagai kebijakannya. Karena umat Islam yakin hanya dengan menjalankan aturan Allah saja-lah mereka akan menjadi umat yang maju yang tidak akan bisa dijajah oleh Negara mana pun. Hal tersebut telah dibuktikan oleh kaum Muslimin dimasa lalu.   Inilah kemajuan dan kebangkitan umat yang dijanjikan Allah di dalamAl-Qur’an:
…dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur:55)
Ibnu Katsir mengatakan; ayat ini adalah janji dari Allah kepada Rasulullah saw. bahwa Dia akan menjadikan umatnya sebagai penguasa di muka bumi. Yakni umat Islam akan menjadi pemimpin atas bangsa-bangsa lain. Saat itulah seluruh negri  akan mendapatkan kesejahteraan dan semua manusia tunduk kepada mereka. Tidak ada lagi ketakutan seperti yang selama ini menerpa kaum Muslimin.
Namun semua itu akan terjadi jika kaum Muslimin benar-benar memegang teguh keimanannya dan mengamalkan agamanya secara konsekuen dalam seluruh kehidupannya. Wallahu a’lam bishshawab.

Sumber : http://www.eramuslim.com

Minggu, 26 Juli 2015

Aku ingin membicarakan tentang ayat-ayat dalam surat Al-Furqaan pada tulisan kali ini. Allah s.w.t berfirman:

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),” (Qs. Al-Furqaan[25]: 68-69)

Allah berfirman agar kita tidak berzina dalam ayat ini. Jadi kita tidak boleh melakukan pacaran atau mempunyai hubungan rahasia. Bagi kalian yang belum tahu, sesungguhnya pacaran termasuk zina. Dan zina itu mempunyai tingkatan-tingkatan. Rasulullah s.a.w bersabda:

Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu, kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (H.R. Muslim, no. 6925)

Ketika kita berpacaran, maka sudah pasti kita melakukan zina mata dengan memandang lawan jenis, zina hati karena ingin melakukan hal yang terlarang dengan lawan jenis, zina tangan karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahram, zina lisan dengan menggoda dan merayu lawan jenis, dan zina telinga dengan mendengar rayuan dan godaan dari lawan jenis.

Jadi kenapa Allah berfirman tentang larangan berzina pada ayat surat Al-Furqaan di atas? Karena bagi sebagian orang, mereka terus-menerus berpacaran dan sulit berhenti. Misalnya ada seorang pemuda tampan. Dia berjalan-jalan di mall dan para gadis yang melihatnya tertawa kecil. Pemuda itu berpikir “Oh, ternyata mudah untuk merebut hati gadis-gadis itu. Tidak ada yang melihat pula.” Namun kita harus menahan diri kita dalam situasi seperti ini. Aku tahu ini memang sulit dilakukan, tapi kalian tetap harus menahan diri.

Atau misalnya seorang gadis berpikir “Pemuda itu memperhatikanku. Dia pasti berpikir aku cantik.” Dan gadis itu mulai tersenyum sendiri, namun gadis itu haruslah menahan dirinya. Ini salah, dia tidak bisa melakukan ini. Meskipun orangtua tidak melihatnya, bukan berarti ini dibolehkan.”

Dan ketika aku ke AS, aku melihat para pemuda yang sedang kuliah. Dan kuliah di musim panas di AS itu BURUK! Disana banyak pemuda berumur 18-19 tahun yang hormonnya masih sangat bergejolak, dan di ruang kelas banyak gadis yang berpakaian tidak senonoh. Sangat besar kemungkinan seorang gadis menghampiri para pemuda dan berkata “Hey, dapatkah kamu membantu mengerjakan PR ini?” Disinilah para pemuda mendapat ujian dari Allah. Ngomong-ngomong ini bukan hanya di Amerika. Hampir di semua negara para pemuda zaman sekarang mendapatkan ujian keimanan seperti ini.

Kalian juga diuji ketika di mall, atau ketika keluar rumah dan jalan-jalan. Hal ini tak akan mudah, terlebih lagi bagi para pemuda. Mungkin kalian punya teman di HP dan orangtua tidak tahu tentang itu. Mungkin saja kalian punya akun Facebook rahasia dan berteman dengan para gadis. Jika kalian mempunyainya, maka anda harus meng-unfriend semua gadis itu. Yap, kalian harus melakukannya! Saya serius! Kalian harus meng-unfriend mereka semua.

Dan jangan hubungi mereka lagi, jangan chatting atau SMS mereka lagi. Mereka kemungkinan besar akan berkata “Apa yang terjadi? Apakah kamu tidak menyukaiku lagi?” Dan bahkan jangan balas pesannya “Tidak, tidak, ini bukan karenamu, ini karena ajaran Islam.” Jangan lakukan itu. Bahkan jangan balas pesannya. Selesai sudah, tidak ada lagi!

Para gadis, jika kalian melakukan ini, hentikanlah! Orangtua kalian tidak bertanggung jawab atas ini. Ketika kalian menjadi remaja dan mencapai usia pubertas, dan kalian mulai tertarik dengan lawan jenis, dalam Islam itu artinya kalian sudah dewasa dan harus bertanggung jawab atas diri sendiri. Orangtua tidak lagi bertanggung jawab atas perbuatan kalian.

Jika kalian sekarang berumur sekitar 13 tahun dan kalian meninggal hari ini, maka Allah tidak akan menganggap kalian sebagai anak kecil. Kalian akan diperlakukan sebagai orang dewasa dalam Islam. Agama ini membuat kalian menjadi dewasa pada umur sekitar itu. Pada saat kalian sudah mempunyai “rasa” ketika melihat lawan jenis, itu artinya kalian sudah dewasa. Dan kalian akan diperlakukan oleh Allah seperti seorang dewasa lainnya.

Tahanlah nafsu kalian dan berpeganglah pada standar yang lebih tinggi. Jangan pikir diri kalian sebagai anak-anak lagi. Kalian sudah dewasa (akhil baligh). Maka siapapun yang melakukan pacaran, dia telah berhubungan dengan dosa besar. Bagaimana mungkin seorang Muslim melakukan ini? Bagaimana mungkin seorang Muslim melakukan syirik, membunuh seseorang, atau berzina? Allah berfirman:

“...barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,” (Qs. Al-Furqaan[25]: 68-69)

Pada ayat di atas, Allah berfirman jika seorang Muslim melakukan ketiga hal ini: syirik, membunuh, dan berzina (hubungan terlarang), dia akan mendapat azab dua kali lipat. Jika non-Muslim yang melakukannya, dia juga mendapat azab tapi tidak sampai dobel. Hal ini karena non-Muslim tersebut tidak mengetahui. Tapi kalau seorang Muslim melakukannya, maka azabnya akan dilipatgandakan. Ini karena seorang Muslim tahu bahwa ini adalah dosa-dosa besar namun tetap melakukannya. Dan dia akan tetap diazab dalam keadaan terhina. Hal ini karena syirik, membunuh orang, dan zina adalah dosa yang menghinakan. Ketiganya merenggut kehormatan manusia.

Jadi Allah s.w.t sangat marah pada orang-orang seperti ini. Dan mungkin ada di antara para pembaca yang telah melakukan salah satu atau ketiga dosa ini dalam hidup. Jangan ceritakan hal ini pada orang lain, cukup Allah yang tahu kesalahan kalian. Mungkin ketika kalian mendengar ini langsung berpikir “Ya Allah! Azabnya dilipatgandakan! Apakah masih ada harapan untukku?”

Kemudian setan mendatangi orang-orang seperti itu dan tahu apa yang dilakukannya? Setan berbisik “Kamu pada akhirnya akan masuk neraka, kenapa tidak bersenang-senang saja sekalian? Kamu telah berada di kereta ekspress menuju neraka, maka tinggal lanjutkan saja man! Kamu tidak bisa tertolong lagi.”

Apa yang Allah firmankan dalam ayat selanjutnya? Allah berfirman:

kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Furqaan[25]: 70)

Pengecualiannya adalah meskipun kalian melakukan salah satu atau KETIGA-TIGANYA, jika kalian kembali kepada Allah dan menjadi orang beriman lagi, maka seakan-akan kalian menjadi Muslim yang baru lagi. Keimanan kalian menjadi baru lagi. Dan dalam ayatnya, kali ini kalian harus wa'amila 'amalan shaalihan. Kalian harus sangat serius mengerjakan amal shalih semenjak saat itu. Bunyi ayatnya bukan hanya amilan shaalihan, melainkan  wa'amila 'amalan shaalihan. Dalam bahasa Arab, ini disebut "kata tambahan yang absolut.” Kata ini ditambahkan pada kata kerja untuk menekankannya melebihi kalimat lainnya. Jadi dalam ayat ini Allah berfirman bahwa mereka yang telah bertaubat kepada Allah, mereka memperbaiki iman mereka. Dan setelah memperbaiki iman mereka, kali ini mereka sangat serius beramal baik. Mereka sangat tekun dalam mengerjakan amal baik.

Jika kalian dapat menjadi orang seperti itu, meski kalian telah melakukan suatu hal yang sangat buruk dalam hidup, maka Allah akan mengambil semua dosa kalian dan mengubah dosa itu jadi pahala. Dia tidak hanya menghapuskan dosa kalian. Kita ingin agar Allah menghapuskan dosa kita, mungkin dosa kita sebesar gunung. Dalam kasus ini Allah tidak hanya menghapuskan gunung dosanya, malah Allah akan mengubah segunung dosa menjadi segunung pahala jika kalian bertaubat seperti itu.

Orang yang terjauh dari Allah adalah orang yang telah kehilangan iman. Orang yang melakukan syirik, membunuh orang lain yang tak bersalah, atau berzina, merekalah yang terjauh dari Allah. Dan Allah dalam ayat ini seakan-akan berfirman: “Meskipun mereka begitu jauh dari-Ku, namun mereka kembali padaku. Aku akan melupakan semua dosa mereka dan Aku akan mengubah semua dosa mereka menjadi pahala pada hari kiamat.” Subhanallah. Orang-orang itu begitu jauh dari Allah tapi tetap kembali. Itulah yang Allah inginkan. Allah selalu Maha Pengampun.

Dan setan mendatangi mereka seiring mereka membaca artikel ini, dan setan berkata “Hey dengar, jika kamu melakukan dosa yang sangat besar, dan kemudian bertaubat, kamu bisa melakukan segunung dosa dan mengubahnya menjadi segunung pahala. Jadi kenapa kita tidak melakukan hal yang sangat buruk kemudian bertaubat saja? Karena itu adalah jalan termudah untuk mendapatkan bergunung-gunung pahala.”

Dan ada juga sebagian orang yang berpikir “Mereka sangat kacau dan ketika bertaubat sungguh-sungguh, Allah memberikan mereka begitu banyak pahala. Tapi aku tidak seburuk itu. Aku hanya beberapa kali mencela temanku, aku pernah marah pada ibuku suatu ketika, aku membentak suamiku, aku mengatakan hal jahat pada saudariku. Aku punya dosa juga tapi tidak seburuk itu. Aku tidak pernah membunuh siapapun dan tidak pernah berzina. Jadi apakah taubatku tergolong bagus? Sedangkan mereka melakukan dosa yang besar dan bertaubat, tapi taubatku hanya karena dosa-dosa kecil. Apakah taubatku juga bernilai?”

Allah berfirman dalam ayat berikutnya:

Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (Qs. Al-Furqaan[25]: 71)

Jadi bagi siapapun yang bertaubat dan melakukan amal baik, maka itu termasuk taubat yang baik karena berarti dia juga telah kembali kepada Allah dengan taubat yang sangat serius. Dengan kata lain, kalian jangan berkata “Man, aku belum menjadi orang yang sangat buruk! Jadi taubatku tidak sebagus orang yang pernah membunuh 20 nyawa dan kemudian bertaubat.” Tidak, tidak, tidak.

Ingatlah satu hal tentang dosa. Jika dosa itu kalian anggap remeh, maka dosa itu menjadi perkara besar bagi Allah. Namun ketika dosa kalian menjadi perkara besar bagi kalian, dosa itu kalian anggap masalah besar, maka dosa itu adalah perkara kecil bagi Allah. Allah akan mengampuninya dengan mudah jika kalian sangat peduli terhadap dosa kalian. Jika kalian tidak peduli pada dosa meskipun itu dosa kecil, maka dosa itu akan menjadi sangat besar pada hari kiamat. Ini karena kalian tidak peduli. Kepedulian datang dari hati kita dan Allah s.w.t menghakimi apa yang ada dalam hati kita.
Sumber : http://www.lampuislam.blogspot.com
Cina sebagai negeri yang aktif dalam perdagangan Internasional menyebabkan pedagang-pedagang muslim dari Arab melakukan perdagangan ke Cina sambil menyebarkan Islam di berbagai wilayah yang disinggahi. Adapun perjalanan yang dilalui dalam persebaran Islam di Cina adalah dengan melalui perjalanan darat dan laut. Perjalanan darat dimulai dari daratan Arab sampai ke bagian barat Laut Tiongkok dengan melewati Persia dan Afganistan. Jalan ini terkenal dengan nama jalan sutra atau silk road. Akibat dari interaksi-interaksi yang dilakukan mereka dengan pedagang-pedagang lain termasuk pedagang-pedagang Cina menyebabkan adanya suatu pengenalan kehidupan negeri asal pedagang-pedagang tersebut baik dari segi sosial, budaya maupun agama, termasuk pengenalan yang dilakukan pedagang-pedagang muslim mengenai Islam yang secara tidak langsung. Pedagang-pedagang Cina yang berinteraksi dengan pedagang-pedagang muslim sedikit banyaknya menerima kehadiran Islam bahkan mereka memeluk Islam sebagai agama mereka. Penyebaran Islam ini kemudian meluas hingga ke masyarakat Cina, khususnya wilayah-wilayah yang digunakan sebagai pusat perdagangan. Masyarakat Cina yang telah memeluk Islam meminta pedagang-pedagang muslim untuk mengajarkan Islam lebih banyak lagi.

Dalam buku Cheng Ho-Penyebaran Islam di Cina ke Nusantara disebutkan bahwa perkembangan Islam berjalan lambat di Cina pada awalnya. Hal itu disebabkan karena pedagang-pedagang Islam dari Arab itu tidak diperbolehkan menikah dengan penduduk setempat ataupun berinteraksi pada masa itu. Seiring berjalannya waktu mereka diberi kelonggaran untuk dapat berinteraksi maupun menikahi wanita setempat bahkan mereka diperbolehkan membangun pemukiman-pemukiman bagi mereka dan keturunannya.

Para pedagang Arab dan Persia yang berniaga ke Tiongkok pada umumnya orang-orang Islam yang datang secara perorangan itu kemudian memanfaatkan kebebasan tersebut dengan menikahi wanita setempat. Keturunan mereka dari generasi ke generasi memeluk Agama Islam dan menjadi penduduk di Tiongkok. Hal yang sama juga dilakukan oleh para tentara mongol muslim yang menetap di Cina setelah mengikuti ekspedisi ke Barat yang dipimpin oleh Genghis Khan. Dalam memenuhi kebutuhan mereka sebagai eks tentara mongol, mereka juga melakukan perdagangan atau bekerja sesuai dengan keahliannya seperti pengrajin kayu, pandai besi dan lain-lain. Selain menikahi perempuan setempat, pedagang-pedagang dan tentara-tentara mongol ini sudah tentu membangun pemukiman-pemukiman yang dijadikan sebagai tempat menetap yang nyaman dan dapat melangsungkan kehidupan sehari-harinya. Mereka membangun masjid-masjid untuk memenuhi kewajiban beribadahnya.

Sedangkan orang-orang Islam Cina yang sudah berhasil dalam mempelajari Agama Islam di daratan Arab kembali ke Cina, mereka sebagai orang-orang Islam mempunyai misi untuk berupaya mengembangkan agar ilmu dan hasil yang di dapat dalam mempelajari Islam dapat di wariskan ke anak cucu mereka di Cina. Dari sinilah kemudian muncul pemuka-pemuka Islam untuk mengajarkan Islam kepada orang-orang Cina Islam lainnya dengan memanfaatkan masjid selain tempat beribadah juga sebagai sarana untuk belajar mengajar atau pusat pendidikan dan pusat komunitas. Anak-anak diajarkan membaca Al-Qur’an, bahasa Arab dan bahasa Persia.

Ketika Dinasti Tang berkuasa (618 – 690 dan 705 – 907), Cina tengah mencapai masa keemasan, sehingga ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok. Berawal dari kaisar Cina pada masa Dinasti Tang yang tampaknya memiliki pengetahuan tentang nabi-nabi Islam dan Kristen, sebagaimana yang dituturkan oleh penjelajah Arab Ibn Wahab dari Basra kepada Abu Zaid sekembalinya ke Irak. Kaisar Dinasti Tang meminta bantuan Kerajaan Persia untuk mengutus pengajar-pengajar Islam ke Cina. Namun, raja Persia yakni Raja Firus menolaknya karena daratan Cina terlalu jauh untuk didatangi. Akibat dari penolakan tersebut, Kaisar Cina lah yang mengutus orang-orang Cina untuk belajar Islam di Madinah pada masa kekhalifahan Utsman Bin Affan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.

Di dalam kitab sejarah Cina, yang berjudul Chiu T’hang Shu diceritakan Cina pernah mendapat kunjungan diplomatik dari orang-orang Ta Shih (Arab). Orang-orang Ta Shih ini, merupakan duta dari Tan mi mo ni’ (Amirul Mukminin), yang ke-3 (Khalifah Utsman bin Affan).  Pada masa ini Khalifah Utsman bin Affan menugaskan Sa’ad bin Abi Waqqash untuk membawa ajaran Illahi ke daratan China (Konon, Sa’ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M, dan kuburannya dikenal sebagai Geys’ Mazars). Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Sejak saat itu Islam dikenal dan mulai tersebar di berbagai wilayah di Cina. Tidak hanya itu, khalifah-khalifah Islam lainnya juga sering mengirim delegasi ke Cina untuk mengajarkan Agama Islam kepada orang-orang Islam Cina seperti halnya yang dilakukan Harun Al Rosyid (A-Lun), Abu Abbas (Abo-Loba)  dan Abu Dja’far (A-pu-cha-fo) dalam riwayat Dinasti Tang. Buya HAMKA didalam bukunya Sejarah Umat Islam menulis, pada tahun 674M-675M, Cina kedatangan salah seorang sahabat Rasulullah, Muawiyah bin Abu Sufyan (Dinasti Umayyah), bahkan disebutkan setelah kunjungan ke negeri Cina, Muawiyah melakukan observasi di tanah Jawa, yaitu dengan mendatangi kerajaan Kalingga. Berdasarkan catatan, diperoleh informasi, pada masa Dinasti Umayyah ada 17 duta muslim datang ke China, sementara di masa Dinasti Abbasiyah dikirim sebanyak 18 duta.

Pada awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di China adalah para saudagar dari Arab dan Persia. Orang China yang pertama kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Kemudian Kaisar Yung Wei memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Kanton, yang merupakan masjid pertama di daratan Cina. Orang China mengenal Islam dengan sebutan Yisilan Jiao yang berarti ‘agama yang murni’. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah sebagai tempat kelahiran ‘Ma-hia-wu’ (Nabi Muhammad SAW).
Pada pertengahan periode Dinasti Tang, jalur sutra diganggu orang-orang Turki dan mengakibatkan pedagang-pedagang Arab melakukan perjalanan laut. Perjalanan itu dilakukan mulai dari Teluk Persia dan Laut Arab sampai ke pelabuhan-pelabuhan di Tiongkok seperti Guangzhou, Quanzhou, Hangzhou, Yang hou melalui teluk Benggala, Selat Malaka, dan Laut Tiongkok  Selatan.

Ketika Dinasti Song (960 – 1279) bertahta, umat Muslim telah menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim. Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal di China. Tujuannya untuk membangun zona penyangga antara China dengan Kekaisaran Liao di wilayah Timur Laut.

Pada awal abad ke-13 Genghis Khan mengadakan ekspedisi ke Barat, Genghis Khan memerintah orang-orang Islam di Asia Tengah dan Asia Barat membantu tentara Mongol. Orang-orang ini terdiri atas prajurit, tukang kayu, pandai besi dan sebagiannya ikut ke Tiongkok bersama tentara Mongol. Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M) berkuasa, jumlah pemeluk Islam di China semakin besar. Mongol, sebagai minoritas di Cina, memberi kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status menjadi Cina Han. Sehingga pengaruh umat Islam di Cina semakin kuat. Ratusan ribu imigran Muslim di wilayah Barat dan Asia Tengah direkrut Dinasti Mongol untuk membantu perluasan wilayah dan pengaruh kekaisaran.

Bangsa Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan. Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin korporasi di awal periode Dinasti Yuan. Para sarjana Muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para arsitek Muslim juga membantu mendesain ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq (Sumber : Sejarah Islam di Negeri Tirai Bambu ).

Pada masa Dinasti Yuan (1274-1368) berbagai bangsa di Xi Yu disebut sebagai bangsa Se Mu. Pada waktu itu bangsa Se Mu mempunyai kedudukan sosial yang lebih tinggi daripada bangsa Han, akan tetapi di bawah status bangsa Mongol. Dengan ditempatkannya banyak prajurit yang muslim dan dibangunnya masjid di berbagai tempat oleh penguasa Dinasti Yuan, Agama Islam mulai tersebar luas di Tiongkok. Orang-orang Islam tersebut pada umumnya berasal dari bangsa Se Mu. Sebagaimana diketahui, pada masa Dinasti Han (206-220M) Xi Yu mengacu Xinjiang (bagian barat Laut Tiongkok). Asia Tengah dan daerah-daerah lainnya yang terletak di sebelah barat kota Yung Meng Guan (Provinsi Ghansu). Orang-orang Bukhara itu lalu menetap di daerah antara Kaifeng dan Yenching (Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid alias ‘So-Fei Er’, yang kemudian dikenal sebagai `bapak’ komunitas Muslim di China.

Pada masa kekuasaan Dinasti Ming (1368 – 1644), Muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan. Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim terkemuka. Ada lagi Lan Yu Who pada sekitar tahun 1388. Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan menundukkan Mongolia. Selain itu, di masa Kaisar Yong Le (Zhu Di) muncul seorang pelaut Muslim yang handal, yang bernama Laksamana Cheng Ho.

Sumber : http://www.lampuislam.blogspot.com

Sabtu, 25 Juli 2015

Semoga tergugah dan berubah cara berpikirnya :)

dan kembali merenungi apa yang dilakukan oleh Rasulullah :)
BAGI siapapun keputusan untuk menikah tidaklah mudah. Bagaimana tidak? pernikahan bukanlah perkara ajang main-main atau sebuah uji nyali siapa yang paling tercepat untuk menikah maka dia paling besar nyalinya tapi pernikahan merupakan sebuah penyempurna agama, begitulah kata teman dalam sebuah status di facebook-nya.
Ya begitupun bagiku, memutuskan untuk menikah ditengah kemelutnya mata kuliah PPL (Program Pengalaman Lapangan) dan skripsi bukanlah perkara yang mudah. Apalagi rencana ambisius untuk bisa lulus tepat 4 tahun meleset karena terkendala berbagai kondisi semakin menambah dilemma untuk mengambil keputusan ini.
Dalam tulisan ini, aku tidak hendak bernostalgia ataupun sekedar berbagi kata-kata romantisme. Bagiku pernikahan adalah sebuah hal yang agung dan sakral maka aku berpikir bagaimana mungkin pernikahan yang begitu agung dan sakral ini diawali dengan hal-hal yang justru tidak diridhoi Allah (baca: pacaran).
Kedatangannya di bulan Februari untuk mengkhitbah bagi sebagian orang (tetangga dekat rumah) merupakan hal yang mengherankan. Bagaimana mungkin seorang anak perempuan yang sama sekali tidak pernah terlihat berjalan bersama dengan laki-laki bahkan untuk sekedar nongkrong di sore hari seperti yang dilakukan pemuda-pemudi yang saling memadu kasih pun tidak pernah dilakukan tapi justru malah perempuan ini yang dilamar duluan. Bahkan teman-teman dekat semasa SMP dan SMA begitu heran ketika mereka menerima undangan pernikahan lewat media sosial dan spontan mereka langsung bertanya, “orang mana?” “teman satu kampus?” “kok bisa memutuskan untuk menikah padahal awalnya tidak kenal sama sekali?”
Aku katakan “ta’aruf tidaklah sama dengan pacaran”. Bagiku dan bagi keluargaku hal itu bukan hal yang mengherankan. Karena aku tidak hendak “membeli kucing dalam karung” yang tidak pernah tahu akan seperti apa kucing itu. Allah tidak pernah dzalim kepada makhlukNya, ketika Allah mensyariatkan untuk menikah, maka Allah bukakan jalan untuk saling mengenal akan seperti apa pasangan kita kelak, seperti apa wataknya, bagaimana pemahamannya terhadap Islam, bagaimana pemahamannya tentang pernikahan dan bagaimana kondisi keluarganya, semua hal ini bisa kita pastikan ketika konsep taaruf berjalan. Jadi tidak ada ceritanya “beli kucing dalam karung”.
“Taaruf tidaklah sama dengan pacaran”. Selama proses taaruf berjalan tentu saja lagi-lagi syariat Islam tetap di kedepankan, tidak ada yang namanya pacaran Islami (mungkin yang dimaksud pacaran Islami itu ketika pacaran dibangun setelah menikah, hehe). Harus tetap menjaga iffah (kehormatan) satu sama lain. Berkomunikasi lewat sosial media cukup hal-hal yang diperlukan dan hal-hal yang ingin kita pastikan tentang dirinya. Tidak ada kata-kata romantisme atau sekedar bertegur sapa “Afwan akhi sudah shalat?”. Karena mesti diingat, sekalipun terhadap orang yang sudah mengkhitbah, namun tetaplah dia masih asing, masih jauh dari kata “mahram”.
Lalu bagaimana mungkin bisa memutuskan untuk hidup bersama, padahal sama sekali tidak pernah jalan berdua sekalipun untuk sekadar membeli hal-hal yang diperlukan untuk pernikahan ? sekali lagi “taaruf berbeda dengan pacaran”, tetap saja syariat Islam masih membatasi, bukankah Rasulullah telah melarang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram untuk berdua-duan? karena yang akan menjadi ketiganya adalah syetan.
Lalu bagaimana ternyata ketika setelah menikah, kita baru tahu sifat aslinya? Yang itu memang akan menjadi cerita tersendiri bagi orang-orang yang menikah tanpa proses pacaran. Ada banyak hal-hal yang tidak terduga yang mungkin tidak terungkap ketika proses taaruf misalnya setelah menikah ternyata ada perbedaan karakter yang menjulang tinggi. Tapi bukankah itu akan menjadi story yang indah, menemukan hal-hal yang baru yang tidak pernah kita duga sebelumnya, belajar memahami satu sama lain. Jika sejak awal (proses taaruf) harapan digantungkan pada pasangan kita kelak “ingin seperti ini” “ingin seperti itu” dan ternyata setelah menikah sangat jauh dari bayangan semasa taaruf maka yang timbul adalah kekecewaan tapi jika sejak awal harapan digantungkan kepada Allah dengan yakin akan firmanNya bahwa jodoh adalah cerminan diri kita maka kekurangan pasangan cukup menjadi pelengkap kehidupan rumah tangga dan bahu membahu untuk saling memperbaiki.
Kalau seperti itu, berarti kisah taaruf akan terasa hambar? Tidak ada kata-kata romantisme, tidak ada tegur sapa, tidak ada jalan berdua atau sekedar buka bareng (kalau taarufan pas lagi bulan Ramadhan). Taaruf bukan legalitas seseorang yang tidak ingin pacaran tapi punya rasa “ingin memiliki” sehingga ia melakukannya hampir mirip dengan pacaran. Namun taaruf adalah proses untuk mengenal sejauh apa dia mengenal Tuhan kita, sejauh apa dia membangun rasa suka dan bencinya karena Allah swt. Sedangkan romantisme, rasa suka dan keindahan biarkanlah bersemi pada saatnya kelak melalui keberkahan dan ridho dari Allah swt. Ya biarkan semua bersemi pada saatnya. []

Sumber : islampos.com

Jumat, 24 Juli 2015

Meski menganut paham liberal, namun di Australia praktik rasialis dan diskriminasi terhadap Muslim masih kerap terjadi.



Belum lama ini, seorang perempuan di Wollongong menyeret perusahaannya tempat bekerja ke pengadilan karena ia tidak diizinkan mengenakan jilbab. Perusahaan akuntan itu melarang perempuan mengenakan pakaian yang sesuai dengan ajaran Islam.
ABC, Sabtu (23/11/2013) yang dikutip Inilah.com melansir, Mariam El Hassan, 23 tahun, telah bekerja di perusahaan itu selama lima tahun. Ia kemudian meminta izin kepada perusahaannya untuk mengenakan jilbab dengan alasan keyakinan. Namun, bukannya jawaban yang ia peroleh, sebaliknya ia malah dilarang bekerja lagi di perusahaan itu.
“Ia cuti satu hari untuk merayakan Idul Fitri dan esoknya saat akan pergi bekerja, ia mendapat telepon dari resepsionis kantornya. Ia diberitahu bahwa dirinya tidak boleh lagi datang ke kantor dengan pakaian seperti itu (mengenakan jilbab). Lalu ia mengirim SMS Kepada bosnya dan ditegaskan bahwa ia dilarang mengenakan hijab,” ujar pengacara Mariam.
Kasus ini tengah bergulir dan sedang diupayakan jalan damai melalui mediasi oleh lembaga perlidungan kerja, Fair Work Australia.

Sumber : salam-online.com


RABU (22/7) kemarin adalah hari kelima bagi Ustadz H. Ali Muktar (38) dan warga Muslim Karubaga Kabupaten Tolikara bertahan di pengungsian. Aksi serangan kelompok teroris saat hari raya Idul Fitri, Jumat (17/7) lalu, masih menyisakan luka mendalam bagi korban.
Ali Muktar  adalah salah satu imam Masjid Baitul Muttaqin Tolikara, sekaligus salah seorang saksi dalam aksi penyerangan kelompok perusuh saat umat Islam shalat Id dan berlanjut pada pembakaran masjid, sejumlah kios dan rumah.
Berikut percakapan kontributor sejumlah media Islam kepada Ali Muktar di pengungsian: 
Apa kabar Pak Ali?

Alhamdulillah, baik.
Sudah dapat bantuan darimana saja?

Bantuan masih datang dari Baitul Maal Hidayatullah (BMH), berupa makanan, mie instan dan kebutuhan pokok. Itu sudah kami bagi di tiga titik; dua di perumahan dekat Koramil, satunya di Tenda PMI, dimana sebagian pengungsi ada di situ. Ada juga bantuan beras dari bapak bupati. Kemarin ada juga bantuan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Mensos.
Apalagi yang dibutuhkan
Pertama, ya, masih tetap eembilan bahan pokok (sembako, red). Termasuk air minum, gula dan kopi   Kedua, juga bantuan kebutuhan ibadah; mukena, sarung, dan lain-lain. Sementara itu dulu. Kemarin datang juga warga daerah menangis. Mereka mengatakan, yang korban nyawa belum ada perhatian. Ya akhirnya kami beri mie instan saja, karena itu yang kami miliki.

Memang ada berapa korban serangan perusuh?

Untuk warga Muslim di Tolikara ini ada sekitar 65 KK, mencapai sekitar 400-an warga. Sedang yang ikut menjadi korban luka-luka ada sekitar 12 orang, meninggal 1 orang.
Apakah ada bantuan lain?

Sebenarnya sudah banyak yang menghubungi. Termasuk dari ormas dan lembaga-lembaga Islam. Tapi saya usulkan, sebaiknya disimpan dahulu, sabar. Sebab, sebenarnya ada juga dana pemerintah untuk umat Islam di APBD. Sebab, apa? Di sini bukan di Jawa atau Sumatera. Kami mengantisipasi kemungkinan di belakang hari jika terjadi apa-apa. Takutnya ada sesuatu. Kita ingin semua tenang dan aman dahulu. Kita berharap memulihkan keadaan, termasuk yang sudah banyak kehilangan harta-benda. Setidaknya, yang hilang harta bendanya bisa pulih dan dapat bekerja kembali sebagaimana biasa, bisa membangun kiosnya kembali dan hidup mandiri.
Sejauh ini, apa perkembangan baru yang terjadi?

Kemarin (Rabu, 22/7), terjadi pertemuan dan konferensi pers dengan pihak tokoh-tokoh gereja. Hadir Pemimpin Umat Gereja Injil di Indonesia (GIDI) yang dipimpin Ketua Klasis Toli, Pendeta Yunus Wenda dan saya mewakili Muslim. Itu tokoh-tokoh penting dan berpengaruh semua di sini. Dalam pertemuan itu sempat saya tanya kembali, apa boleh mendirikan tempat ibadah tidak?  

Hasilnya? 
Ya, para tokoh gereja ini mengakatan, harus rapat dulu, harus mengadakan pertemuan antar mereka dahulu jika ada pendirian masjid. Sebab, di sini lain dengan Jawa, mendengar nama masjid saja sudah khawatir.

Sebenarnya yang dibakar itu mushalla atau masjid?

Jadi begini, sejarahnya terjadi ketika tahun 1987 (sekitar 28 tahun lalu, red), ketika itu kami mengajukan izin kepada tokoh-tokoh agama di sini untuk membangun tempat ibadah.
Tahun 1988, saya disidang di depan tokoh-tokoh gereja. Mereka mengatakan yang boleh dibangun adalah mushalla, bukan masjid. Tidak tahu mengapa di sini khawatir jika ada pendirian masjid. Sementara kami kaum Muslimin kan harus shalat Jumat. Jadi izin saya kala itu, disebut mushalla, tidak masalah, asal dibolehkan dan bisa melaksanakan shalat Jumat.
Kaum Muslimin tidak meributkan nama, yang penting kita bisa beribadah dan melaksanakan shalat Jumat. Itu yang terpenting. Sebab apa, di sini memang mendirikan rumah ibadah dilarang, kecuali GIDI. Tidak hanya Islam, bahkan semua denominasi Kristen, kecuali GIDI, dilarang.
Dan alhamdulillah, kita semua bersyukur izin beribadah bisa keluar. Asal shalat Jumat bisa dilaksanakan dan kaum Muslimin bisa shalat berjamaah. Terserah jika itu dikatakan mushalla.
Apa saja kegiatan Masjid Baitul Muttaqin sebelum dibakar?
Ya banyak. Yang jelas, shalat jamaah tiap hari, pengajian rutin, peringatan hari besar Islam, peringatan Maulid Nabi, pengajian umum hingga pembinaan anak-anak Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ).
Bulan Ramadhan lalu, kami mendatangkan penceramah dari Jawa. Di sini ada kesepakatan, tiap Ramadhan mendatangkan penceramah secara bergantian dari berbagai daerah di Indonesia. Tahun lalu dari Sulawesi.
Selain itu kegiatan keagamaannya apa lagi?

Alhamdulillah, kita ada majelis ta’lim ibu-ibu yang digabung dengan ibu-ibu Bhayangkari (organisasi persatuan istri anggota Polri). Selain itu ada tahlil di rumah-rumah tiap hari Jumat dan tiap bulan sekali di masjid.
Memang kalau shalat Subuh kebiasaan di sini pakai qunut atau tidak?
Saya biasa pakai. Tapi di sini ukhuwah tinggi. Karena kami mungkin pendatang dan kaum Muslimin datang dari berbagai kalangan. Jadi kami tak pernah mempersoalkan qunut atau tidak. Sebagai imam saya biasa pakai qunut, tetapi banyak juga makmum tidak ikut, ya tidak masalah.
Bapak sendiri latar belakang pendidikannya apa?
Saya tidak memiliki latar belakangan nyantri. Hanya mustami’in biasa. Keluarga saya Nahdhatul Ulama (NU),  ibu saya Musyawaroh (asli Lumajang), sedang bapak, Hendri J Karaeng (asli Makassar). Ayah bekerja di Tanjung Perak, tetapi saya banyak dibesarkan di desa Pusrwosono, Kecamatan Sumber Suko, Lumajang. Sejak kecil saya terbiasa diajak orangtua berkunjung ke pesantren. Itu saja yang menjadi bekal saya.
Apa harapan Pak Ali selanjutnya?

Saya harapkan semua segera selesai dan umat Islam bisa melaksanakan hak ibadah serta bekerja kembali. Saya juga menyampaikan terima kasih ada Baitul Maal Hidayatullah, yang sejak hari ketiga paska serangan bisa menemani kami (Muslim Tolikara, red) di sini. Saya harap umat Islam lain juga ikut memikirkan.
Sumber : salam-online.com

Kamis, 23 Juli 2015

PEMANDANGAN arus mudik yang unik dinegeri yang menggelitik. Fenomena berseri di setiap jelang Hari Idul Fithri. Asap-asap knalpot menyesakkan pernafasan. Kemacetan bak ular yang lama terurai. Jalan tol bebas hambatan jadi mitos berkepanjangan. Konon tol panjang jadi alat pembunuh masal. Kedisiplinan pengguna jalan barang langka. Asal cepat biar selamat nekatpun mantap, begitu semangat empat lima pekik pemudik. Anak-anak dan perempuan dalam himpitan berjibun manusia sambil menenteng tas dan kardus yang berat, berisi buah tangan sanak saudara dikampung halaman. Panas terik keringat mengucur santapan yang harus dinikmati. Semua dilakukan demi mudik, pulang kampung.
Pulang kampung dambaan setiap  orang yang merantau ditanah orang, jauh dari jengkal kampung kelahiran. Demi menyambung kehidupan hijrah pun dilakukan. Kota-kota besar tujuan menggiurkan tempat mengadu nasib. Dengan segala sumber daya yang berbeda-beda catur kehidupan dimainkan. Hidup adalah pilihan. Menurut kaca mata sederhana nasib ditentukan akumulasi kesungguhan, kebiasaan dan pilihan.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Hari raya idul fitri  momentum yang ditunggu-tunggu, sejenak menengok kampung kelahiran atau sungkem kepada orang tua. Dari seluruh pelosok negeri berduyun-duyun satu tujuan menuju kampung halaman. Tak heran kota-kota besar, seperti dikuras abis menjelang hari raya. Jalanan kota yang biasanya bising oleh kemacetan hari itu sepi tak berpenghuni. Bahkan  katanya buat futsal pun bisa. Saat semua mudik, kota besar menjadi lega.
***
Kembali
Mudik mengingatkan manusia bahwa segala sesuatu akan KEMBALI ketempat asal.  Dunia fana ini segalanya kembali berpusat kepada Dzat Yang Maha Kuasa Pencipta dari tidak ada menjadi ada. Jagat raya beserta isi hakikatnya milik Allah Swt. Segala kenikmatan yang bisa dirasa oleh manusia berupa rizki hanyalah titipan sementara. Harta, rumah, perhiasan, anak, kendaraan, kesehatan, bahkan umur titipan semata. Adakalanya Allah Swt mengambilnya barang sementara atau bahkan selamanya.
Musibah terkadang menghadang. Itulah saat Allah swt mengambil kembali miliknya. Ingatlah ketika Allah swt berfirman:
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ ١٥٦
“156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.” (Q.S.2:156)
Yang patut untuk kita catat adalah semua musibah yang merenggut (mengambil kembali) kenikmatan banyak disebabkan karena perbuatan kita sendiri.
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ ٣٠
“30. Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”(Q.S.42:30)
Sehingga jangan sampai kenikmatan yang telah Allah anugerahkan melupakan kita kepada Sang pemilik hakiki kenikmatan tersebut. Dengan sangat mudah Allah swt sewaktu-waktu mengambil kenikmatan tersebut. Kesalahan yang diperbuat manusia berupa maksiat berdampak besar bagi kehidupan sesuai dengan tingkatan kemaksiatannya. Apabila kemaksiatan tersebut ekskalasinya besar maka dampak kerusakannya juga meluas. Kemaksiatan sistemik membawa dampak kerusakan sistemik pula.
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ٤١
“41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S.30:41)
Perhatikan sekarang ini,  penerapan demokrasi sekuler berdampak kerusakan dimana-mana. Wajah pemerintahan tercoreng dengan perilaku politikusnya yang korup, tidak amanah, kebijakannya mencekik rakyat. Tata sosial yang amburadul dengan kriminalitas yang membumbung. Pendidikan compang camping. Kesehatan yang kronis. Harga diri bangsa dijual ke penjajah. Penegak hukumnya makin terganjal hukum. Saling memakan antar institusi penegak hukum. Jeruji besi penuh dengan penegak hukum. Hingga hukum sudah tidak kuat tegak lagi (loyo).
Mudik Akhirat
Mudik juga mengingatkan kita, bahwa kita semua akan kembali ketempat akhir muara manusia yaitu kampung akhirat. Bila ajal telah tiba tak kuasa manusia berkat-kata. Semua manusia akan kembali keharibaannya. Digiring satu persatu tanpa ada yang terselip barang satupun.
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن طِينٍ ثُمَّ قَضَىٰٓ أَجَلًا ۖ وَأَجَلٌ مُّسَمًّى عِندَهُۥ ۖ ثُمَّ أَنتُمْ تَمْتَرُونَ ٢
“2. Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang berbangkit itu).(Q.S.6:2)
وَجَآءَتْ سَكْرَةُ ٱلْمَوْتِ بِٱلْحَقِّ ۖ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ ١٩
“19. Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.”(Q.S.50:19)
Oleh-Oleh
Mudik ke akhirat tak mengenal waktu dan usia. Tidak ada pengumuman terlebih dahulu. Tidak harus sakit, tidak menunggu tua renta. Kapanpun dimanapun bila ajal tiba. Maka saat itulah malaikat datang menjemput.
Jika demikian, kematian bukan suatu yang perlu ditakutkan. Yang perlu dipersiapkan adalah bekal atau ‘oleh-oleh’ yang harus kita bawa untuk perjaalanan akhirat yang panjang dan tak bertepi. Apa bekal terbaik yang harus kita bawa? Ya, Ketaqwaan adalah bekal terbaik. Karena ketaqwaan adalah predikat terbaik manusia.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ ١٨
“18. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S.59:18)
 ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ١٩٧
“197. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (Q.S.2:197)
Salah satu wasilah yang Allah swt berikan kepada manusia dalam merajut ketaqwaan adalah puasa ramadlan (QS. Al-Baqarah : 183). Maka sudah seyogyanya kita bersikeras  lulus sebagai alumni ramadlan mendapat gelar taqwa.
Pastikan perjalanan mudik kita aman dan selamat sampai tujuan. Hidup bukan barang mainan yang dihabiskan untuk mainan. Hidup adalah pertanggungjawaban yang besar. Berbekallah dengan taqwa. Pakailah sabuk pengaman. Sebaik-baik ‘sabuk pengaman’ adalah iman. Berhati -hatilah dijalan kehidupan. Tengok kanan dan kiri. Tengoklah mana yang halal dan haram. Kenalilah petunjuk jalan. Al-Quran dan As-Sunnah  sebaik-baik dan sejelas petunjuk jalan.Sampai jumpa semoga kita ketemu di surgaNya. []

Sumber : islampos
USIANYA menjelang sebelas tahun bulan depan. Sebut saja ia Ama. Anak tetangga yang rumahnya berhadapan dengan saya.
Setiap pukul enam pagi ia ke rumah saya. Kegiatan rutin Ama setiap hari mengantarkan simpanan seribu milik sang ibu.
Suatu sore sang ibu menghampiri saya kemudian berkata, “Ummi, tau nggak? Setiap hari sepulang dari rumah Ummi, pasti dia cerita.”
“Oh,begitu rupanya, memangnya Ama cerita apa?” tanya saya kemudian.
“Gini katanya, ‘Mama, kenapa ya Ummi marahnya kok gitu?’”
”Gitu gimana Ama?”
“Ke Aa, bilang gini, ‘Aa maaf ya Ummi tidak nyaman. Itu buku simpanan ibu-ibu, Aa bisa menulis di buku Aa sendiri’.”
”Terus gimana Aa nya, nurut nggak?”
“Iya mama Aa langsung nurut, pindah nulisnya ke buku Aa, kenapa ya mah kok aneh gitu?”
Aneh memang, karena hal itu tak lazim di kampung saya. Biasanya sebagian ibu jika marah oleh sikap anak yang dianggap mengganggu, akan berkata seperti ini, ”Sana main, kenapa nyoret nyoret buku Ibu”, atau “Diam kamu, ini kan buku Ibu”, atau lebih parah lagi berkata, “Dasar bandel, buku orang lain dicoret-coret”.
Marah adalah fitrah. Setiap manusia pasti pernah marah. Begitu pun seorang ibu terhadap anaknya pasti adakalanya marah. Ketika kita marah kepada anak, pastikan marah kita tidak menyakiti otak anak. Apabila otak anak tersakiti butuh waktu lama untuk menyembuhkannya. Kata para ahli, dibutuhkan waktu sepuluh tahun itu pun jika tak diulang-ulang.
Jika anak melakukan sesuatu yang membuat kita kesal, sebaiknya janganspontan berkata-kata. Tenang dulu,tarik nafas, lalu pikirkan kalimat positif apa yang akan diucapkan. Agar kalimat yang keluar dari mulut kita tidak menyakiti anak.
Pribadi-pribadi yang cakap mengelola marah, tak pelak lagi, mereka pun bisa marah. Pribadi seperti ini ketika marah, tidaklah emosional. Sehingga kemarahannya tidak merusak hubungan interpersonal. Marah yang demikian terjadi karena kemarahannya bukan hanya mengandalkan batang otak. Pribadi demikian, melibatkan otak pusat berpikirnya ketika marah.
Itulah hal seharusnya yang membedakan marah manusia dan marah binatang. Betapa pentingnya IQRA pada diri sendiri, agar kita mengetahui mengapa Allah menciptakan manusia begitu sempurna

Sumber : islampos.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Feature 3

Feature 2

Popular Posts