.

Jumat, 06 Februari 2015

Harus Paham Sejarah Valentine Day

 
 
Peneliti Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA), Sarah Mantovani mengatakan para orangtua harus mempelajari sejarah Valentine Day agar dapat menjelaskan kesesatan perayaan itu kepada anak-anak mereka yang beranjak dewasa.
Say No to Valentine Day
“Orangtua harus menjelaskan bahwa Valentine itu ternyata tidak semanis namanya, valentine itu bukan budaya kita,” kata Sarah kepada Kiblat.net, pada Selasa (03/02)
Dia melihat, masih banyak orangtua yang masih awam tentang sejarah Valentine Day. Padahal Valentine masih ada kaitannya dengan sejarah peradaban Barat. Akan menjadi persoalan ketika para orang tua tidak bisa menjawab pertanyaan anak-anaknya terkait kenapa mereka dilarang merayakan Valentine.
“Maka mempelajari dan mencari tahu sejarahnya itu wajib hukumnya bagi para orangtua,” ucap Sarah.
Sarah menjelaskan, bila ditelusuri sejarah Valentine itu terdapat dua versi. Versi pertama berasal dari perayaan Lupercalia atau upacara pensucian pada zaman Romawi Kuno yang dipersembahkan untuk Dewi Cinta bernama Juno Februata.
“Valentine ini masih ada hubungannya dengan pemujaan terhadap dewa (perayaan pagan),” paparnya.
Di dalam sejarah dijelaskan, selama perayaan yang berlangsung dari tanggal 13-18 Februari itu, para laki-laki mengundi nama para gadis di dalam kotak undian. Kemudian para gadis itu dijadikan sebagai objek hiburan dan senang-senang semata oleh para laki-lakinya, bahkan hingga ada acara pelecutan tubuh untuk para perempuan. Para perempuan itu bersedia dilecut, karena mereka percaya lecutan tersebut akan membuat mereka jadi lebih subur.
“Dengan menjadikan wanita hanya sebagai objek hiburan, Barat sangat merendahkan para wanitanya melalui acara Valentine ini,” tegasnya.
Kemudian, lanjut Sarah, versi kedua berasal dari kematian Saint Valentine yang terjadi pada Tahun 496 Masehi. Paus Gelasius I mengubah upacara Romawi kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Saint Valentine yang katanya meninggal pada 14 Februari.
“Kalau merujuk ke sini, jelas nggak nyambung dengan inti perayaan valentine yang mengagungkan kasih sayang dan sangat jelas terlihat bahwa Valentine itu tidak semanis namanya,” lontarnya.
Sarah menegaskan kembali, bahwa Valentine Day bukan budaya bangsa Indonesia. Hingga saat ini belum pernah terdengar atau menemukan orangtua-orangtua dari awal abad 20, merayakan dan memperingati Valentine.
“Jangankan merayakan atau memperingati Valentine, berpakaian ala Barat yang buka-buka aurat itu aja mereka malu sekali, apalagi sampai merayakan Valentine,” ucapnya.

Sumber : Kiblat.Net

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Feature 3

Feature 2

Popular Posts