.

Minggu, 01 Februari 2015

NIKMAT YANG TERLUPAKAN




Allah Ta’ala telah menciptakan manusia dan memberikan kenikmatan yang tidak terhingga. Manusia tidak akan mampu menghitungnya.

Allah berfirman:
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Qs. An-Nahl: 18)

NIKMAT SEHAT
Di antara kenikmatan Allah yang sangat banyak adalah kesehatan. Kesehatan merupakan kenikmatan yang diakui setiap orang, memiliki nilai yang besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyebutkan hal ini dengan sabdanya:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
"Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya." (HR. Ibnu Majah, no: 4141; dan lain-lain; dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ush Shaghir, no: 5918)
Kita melihat kenyataan manusia yang rela mengeluarkan biaya yang besar untuk berobat, ini bukti nyata mahalnya kesehatan yang merupakan kenikmatan dari Allah Ta’ala.

Akan tetapi kebanyakan manusia lalai dari kenikmatan kesehatan ini, dia akan ingat jika kesehatan hilang darinya.
Diriwayatkan bahwa seseorang mengadukan kemiskinannya dan menampakkan kesusahannya kepada seorang ‘alim. Maka orang ‘alim itu berkata: “Apakah engkau senang menjadi buta dengan mendapatkan 10 ribu dirham?”, dia menjawab: “Tidak”. Orang ‘alim itu berkata lagi: “Apakah engkau senang menjadi bisu dengan mendapatkan 10 ribu dirham?”, dia menjawab: “Tidak”. Orang ‘alim itu berkata lagi: “Apakah engkau senang menjadi orang yang tidak punya kedua tangan dan kedua kaki dengan mendapatkan 20 ribu dirham?”, dia menjawab: “Tidak”. Orang ‘alim itu berkata lagi: “Apakah engkau senang menjadi orang gila dengan mendapatkan 10 ribu dirham?”, dia menjawab: “Tidak”. Orang ‘alim itu berkata: “Apakah engkau tidak malu mengadukan Tuanmu (Allah subhanahu wa ta'ala ) sedangkan Dia memiliki harta 50 ribu dinar padamu”. (Lihat: Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm: 366)
DUA KENIKMATAN, BANYAK MANUSIA TERTIPU
Oleh karena itulah seorang hamba hendaklah selalu mengingat-ingat kenikmatan Allah yang berupa kesehatan, kemudian bersyukur kepada-Nya, dengan memanfaatkannya untuk ketaatan kepada-Nya. Jangan sampai menjadi orang yang rugi, sebagaimana hadits di bawah ini:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ (خ 593
"Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya: kesehatan dan waktu luang." (HR. Bukhari, no: 5933)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Kenikmatan adalah keadaan yang baik, ada yang mengatakan kenikmatan adalah manfaat yang dilakukan dengan bentuk melakukan kebaikan untuk orang lain." (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, penjelasan hadits no: 5933)

Kata “maghbuun” secara bahasa artinya tertipu di dalam jual-beli, atau lemah fikiran.

Al-Jauhari rahimahullah: “Berdasarkan ini, kedua (makna itu) bisa dipakai di dalam hadits ini. Karena sesungguhnya orang yang tidak menggunakan kesehatan dan waktu luang di dalam apa yang seharusnya, dia telah tertipu, karena dia telah menjual keduanya dengan murah, dan fikirannya tentang hal itu tidaklah terpuji." (Fathul Bari)
Ibnu Baththaal rahimahullah berkata: “Makna hadits ini bahwa seseorang tidaklah menjadi orang yang longgar (punya waktu luang) sehingga dia tercukupi (kebutuhannya) dan sehat badannya. Barangsiapa yang dua perkara itu ada padanya, maka hendaklah dia berusaha agar tidak tertipu, yaitu meninggalkan syukur kepada Allah terhadap nikmat yang telah Dia berikan kepadanya. Dan termasuk syukur kepada Allah adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Barangsiapa melalaikan hal itu maka dia adalah orang yang tertipu." (Fathul Bari)
Kemudian sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas “kebanyakan manusia tertipu pada keduanya” ini mengisyaratkan bahwa orang yang mendapatkan taufiq (bimbingan) untuk itu, orangnya sedikit.

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Kadang-kadang manusia itu sehat, tetapi dia tidak longgar, karena kesibukannya dengan penghidupan. Dan kadang-kadang manusia itu cukup (kebutuhannya), tetapi dia tidak sehat. Maka jika keduanya terkumpul, lalu dia dikalahkan oleh kemalasan melakukan kataatan, maka dia adalah orang yang tertipu. Kesempurnaan itu adalah bahwa dunia merupakan ladang akhirat, di dunia ini terdapat perdagangan yang keuntungannya akan nampak di akhirat.

Maka barangsiapa menggunakan waktu luangnya dan kesehatannya di dalam ketaatan kepada Allah, maka dia adalah orang yang pantas diirikan. Dan barangsiapa menggunakan keduanya di dalam maksiat kepada Allah, maka dia adalah orang yang tertipu. Karena waktu luang akan diikuti oleh kesibukan, dan kesehatan akan diikuti oleh sakit, jika tidak terjadi maka masa tua (pikun).

Sebagaimana dikatakan orang “Panjangnya keselamatan (kesehatan) dan tetap tinggal (di dunia) menyenangkan pemuda. Namun bagaimanakah engkau lihat panjangnya keselamatan (kesehatan) akan berbuat? Akan mengembalikan seorang pemuda menjadi kesusahan jika menginginkan berdiri dan mengangkat (barang), setelah (sebelumnya di waktu muda) tegak dan sehat.” (Fathul Bari)
Ath-Thayyibi rahimahullah berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membuat gambaran bagi mukallaf (orang yang berakal dan dewasa) dengan seorang pedagang yang memiliki modal. Pedagang tersebut mencari keuntungan dengan keselamatan modalnya. Maka caranya dalam hal itu adalah dia memilih orang yang akan dia ajak berdagang, dia selalu menetapi kejujuran dan kecerdikan agar tidak merugi. Kesehatan dan waktu luang adalah modal, seharusnya dia (mukallaf) berdagang dengan Allah dengan keimanan, berjuang menundukkan hawa-nafsu dan usuh agama, agar dia mendapatkan keberuntungan kebaikan dunia dan akhirat. Hal ini seperti firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Qs. As-Shaaf: 10) dan ayat-ayat berikutnya.
Berdasarkan itu dia wajib menjauhi ketatan kepada hawa-nafsu dan berdagang/kerja-sama dengan setan agar modalnya tidak sia-sia bersama keuntungannya.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits tersebut “kebanyakan manusia tertipu pada keduanya” seperti firman Allah:
وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
"Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih." (Qs. Sabaa': 13)

“Kebanyakan” di dalam hadits itu sejajar dengan “sedikit” di dalam ayat tersebut.” (Fathul Bari)

Al-Qadhi Abu Bakar bin Al-‘Arabi rahimahullah berkata: “Diperselisihkan tentang kenikmatan Allah yang pertama (yakni yang terbesar) atas hamba. Ada yang mengatakan “keimanan”, ada yang mengatakan “kehidupan”, ada yang mengatakan “kesehatan”. Yang pertama (yaitu keimanan) lebih utama, karena hal itu kenikmatan yang mutlak (menyeluruh). Adapun kehidupan dan kesehatan, maka keduanya adalah kenikmatan duniawi, dan tidak menjadi kenikmatan yang sebenarnya kecuali jika disertai oleh keimanan. Dan di waktu itulah banyak manusia yang merugi, yakni keuntungan mereka hilang atau berkurang. Barangsiapa mengikuti hawa-nafsunya yang banyak memerintahkan keburukan, selalu mengajak rileks, sehingga dia meninggalkan batas-batas (Allah) dan meninggalkan menekuni ketaatan, maka dia telah merugi. Demikian juga jika dia lonnggar, karena orang yang sibuk kemungkinan memiliki alasan, berbeda dengan orang yang longgar, maka alasan hilang darinya dan hujjah (argumen) tegak atasnya." (Fathul Bari)

Maka sepantasnya hamba yang berakal bersegera beramal shalih selama kesempatan masih ada. Hanya Allah Tempat memohon pertolongan.
Penulis: Ustadz Muslim Atsari
Artikel: www.UstadzMuslim.com
Nikmat Yang Terlupakan. Ibnu Abbas radhiyallohu anhu berkata: Nabi shalallahualaihi wasallam bersabda :
« نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ »
“Ada dua kenikmatan yang membuat banyak manusia tertipu dengannya, yakni kesehatan dan maktu luang.”
                Kata al-ghibn berarti rugi dalam berjual-beli, seperti seseorang membeli barang dengan harga yang berlipat ganda, namun ia menjual barang itu dengan harga yang kurang dari harga pembelian. Jadi, banyak manusia yang dianugerahi Allah ta’ala nikmat kesehatan dan nikmat waktu luang, namun mereka melalaikannya.
Terkadang, seseorang memiliki kesehatan, namun ia tidak memiliki waktu luang, karena ia tersibukkan dengan  mencari penghidupan. Dan terkadang, seseorang itu berkecukupan, namun ia tidak sehat. Apabila terkumpul pada diri seseorang itu nikmat kesehatan dan nikmat waktu luang, lalu ia tidak mampu mempergunakan dua nikmat itu untuk mengerjakan sesuatu yang mendatangkan manfaat di dunia maupun di akhirat, berarti ia telah tertipu dan merugi dalam melaksanakan berbagai aktivitasnya. Karena itu, Allah Ta’ala menyebut hari kiamat dengan Yaum At-Taghabun (hari di tampakkanya kesalahan-kesalahan) :
“(ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, Itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan…” (At-Taghabun [64] : 9)
          Artinya, setiap orang akan ditampakkan kesalahan dan kerugiannya. Orang kafir akan mengalami kerugian, karena ia tidak mau beriman kepada Allah Ta’ala. Dan orang mukmin juga akan ditampakkan kerugiannya, karena ia tidak dapat memanfaatkan sebagian waktu yang dilewatinya untuk menjalankan ketaatan kepada Allah ta’ala
           Nabishalallahu alaihi wasallam bersabda :
” لَيْسَ يَتَحَسَّرُ أَهْلُ الْجَنَّةِ إِلَّا عَلَى سَاعَةٍ مَرَّتْ بِهِمْ لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ فِيهَا “
“Penghuni surga itu tidak akan mengalami penyesalan, kecuali penyesalan atas waktu yang telah mereka lewati, dan mereka tidak dapat mempergunakan waktu itu untuk mengingat Allah.”
      Inilah bentuk penyesalan yang dialami oleh penghuni surga, lantaran mereka tidak mampu mempergunakan waktu untuk mengingat nama Allah. Lantas, bagaimana menyesalnya orang yang telah menghabiskan waktunya berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun selama hidupnya untuk bermaksiat kepada Allah ta’ala dan untuk mengumbar syahwat dalam lembah-lembah kemaksiatan? Tentu, kerugian dan penyesalan justru akan lebih besar dan lebih hebat lagi.
           Maka dari itu, hendaknya setiap orang senantiasa mengingat-ingat hadits Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan dari Nabi shalallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda :
لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Pada hari kiamat nanti telapak kaki manusia tidak akan bergeser dari sisi Rabbnya, sampai ia ditanya tentang lima perkara, yakni tentang umurnya dalam hal apa ia habiskan, dan tentang waktu mudanya dalam hal apa ia sia-siakan, tentang hartanya darimana ia memperolehnya dan dalam hal apa ia belanjakan, dan apa yang telah ia perbuat dari ilmunya.”
Demikian pula, hendaklah ia selalu mengingat hadits Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam pernah berpesan kepada seseorang :
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara; masa mudamu sebelum datang masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR Al- Baihaqi)
Tidak diragukan lagi, sesungguhnya waktu luang itu dapat merusak jiwa, karena ia akan merusak potensi yang terpendam di dalam jiwa manusia. Awal mula kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan waktu luang adalah terbuangnya potensi yang dinamis secara sia-sia untuk mengisi waktu luang. Kemudian, dilanjutkan dengan melakukan suatu kebiasaan-kebiasaan yang berbahaya untuk mengisi waktu luang tersebut.
Ketika Islam melenyapkan kebiasaan jahiliyah, hari rayanya, hari besarnya dan pandangan hidupnya, maka Islam tidak memberikan kesempatan kepada kaum muslimin untuk bingung dalam mengisinya. Justru, islam telah menggantikan mereka dengan hari raya dan hari besar lain yang dapat menggantikan kedudukanya. Sebelumnya mereka berkumpul mengitari hidangan-hidangan minuman keras, judi dan mendengarkan musik-musik cabul. Kemudian, islam mengumpulkan mereka dalam kegiatan ibadah kepada Allahta’ala, shalat berjamaah, dan hari raya-hari raya Islam.
Ini termasuk sarana yang berhasil dalam mendidik jiwa manusia, terutama ketika jiwa manusia itu enggan untuk diluruskan dari sesuatu yang disukainya. Dengan demikian, sarana yang tepat untuk mengisi waktu luang ini adalah dengan menciptakan kegiatan baru untuk menggantikan kesukaanya yang lama itu.
Sesungguhnya, apabila seorang anak memiliki waktu luang, maka akan masuklah kepadanya pikiran-pikiran kotor, bisikan-bisikan yang menggoda dan khayalan-khayalan berpacaran yang menggelora, sehingga ia tidak mendapati dalam dirinya selain adanya gejolak syahwat dan naluri seksual di hadapan gelombang bisikan itu. Dan saat itulah ia tidak mendapati jalan keluar, selain harus beranjak kepada sesuatu yang haram, untuk meringankan gejolak syahwatnya dan menekan pengaruhnya.
 Dikutip dari : Shira’ ma’asy syahwat karya Muhammad Shalih Al-Munajid
- See more at: http://dainusantara.com/nikmat-yang-terlupakan/#sthash.KcKjswiP.dpuf
Nikmat Yang Terlupakan. Ibnu Abbas radhiyallohu anhu berkata: Nabi shalallahualaihi wasallam bersabda :
« نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ »
“Ada dua kenikmatan yang membuat banyak manusia tertipu dengannya, yakni kesehatan dan maktu luang.”
                Kata al-ghibn berarti rugi dalam berjual-beli, seperti seseorang membeli barang dengan harga yang berlipat ganda, namun ia menjual barang itu dengan harga yang kurang dari harga pembelian. Jadi, banyak manusia yang dianugerahi Allah ta’ala nikmat kesehatan dan nikmat waktu luang, namun mereka melalaikannya.
Terkadang, seseorang memiliki kesehatan, namun ia tidak memiliki waktu luang, karena ia tersibukkan dengan  mencari penghidupan. Dan terkadang, seseorang itu berkecukupan, namun ia tidak sehat. Apabila terkumpul pada diri seseorang itu nikmat kesehatan dan nikmat waktu luang, lalu ia tidak mampu mempergunakan dua nikmat itu untuk mengerjakan sesuatu yang mendatangkan manfaat di dunia maupun di akhirat, berarti ia telah tertipu dan merugi dalam melaksanakan berbagai aktivitasnya. Karena itu, Allah Ta’ala menyebut hari kiamat dengan Yaum At-Taghabun (hari di tampakkanya kesalahan-kesalahan) :
“(ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, Itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan…” (At-Taghabun [64] : 9)
          Artinya, setiap orang akan ditampakkan kesalahan dan kerugiannya. Orang kafir akan mengalami kerugian, karena ia tidak mau beriman kepada Allah Ta’ala. Dan orang mukmin juga akan ditampakkan kerugiannya, karena ia tidak dapat memanfaatkan sebagian waktu yang dilewatinya untuk menjalankan ketaatan kepada Allah ta’ala
           Nabishalallahu alaihi wasallam bersabda :
” لَيْسَ يَتَحَسَّرُ أَهْلُ الْجَنَّةِ إِلَّا عَلَى سَاعَةٍ مَرَّتْ بِهِمْ لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ فِيهَا “
“Penghuni surga itu tidak akan mengalami penyesalan, kecuali penyesalan atas waktu yang telah mereka lewati, dan mereka tidak dapat mempergunakan waktu itu untuk mengingat Allah.”
      Inilah bentuk penyesalan yang dialami oleh penghuni surga, lantaran mereka tidak mampu mempergunakan waktu untuk mengingat nama Allah. Lantas, bagaimana menyesalnya orang yang telah menghabiskan waktunya berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun selama hidupnya untuk bermaksiat kepada Allah ta’ala dan untuk mengumbar syahwat dalam lembah-lembah kemaksiatan? Tentu, kerugian dan penyesalan justru akan lebih besar dan lebih hebat lagi.
           Maka dari itu, hendaknya setiap orang senantiasa mengingat-ingat hadits Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan dari Nabi shalallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda :
لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Pada hari kiamat nanti telapak kaki manusia tidak akan bergeser dari sisi Rabbnya, sampai ia ditanya tentang lima perkara, yakni tentang umurnya dalam hal apa ia habiskan, dan tentang waktu mudanya dalam hal apa ia sia-siakan, tentang hartanya darimana ia memperolehnya dan dalam hal apa ia belanjakan, dan apa yang telah ia perbuat dari ilmunya.”
Demikian pula, hendaklah ia selalu mengingat hadits Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam pernah berpesan kepada seseorang :
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara; masa mudamu sebelum datang masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR Al- Baihaqi)
Tidak diragukan lagi, sesungguhnya waktu luang itu dapat merusak jiwa, karena ia akan merusak potensi yang terpendam di dalam jiwa manusia. Awal mula kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan waktu luang adalah terbuangnya potensi yang dinamis secara sia-sia untuk mengisi waktu luang. Kemudian, dilanjutkan dengan melakukan suatu kebiasaan-kebiasaan yang berbahaya untuk mengisi waktu luang tersebut.
Ketika Islam melenyapkan kebiasaan jahiliyah, hari rayanya, hari besarnya dan pandangan hidupnya, maka Islam tidak memberikan kesempatan kepada kaum muslimin untuk bingung dalam mengisinya. Justru, islam telah menggantikan mereka dengan hari raya dan hari besar lain yang dapat menggantikan kedudukanya. Sebelumnya mereka berkumpul mengitari hidangan-hidangan minuman keras, judi dan mendengarkan musik-musik cabul. Kemudian, islam mengumpulkan mereka dalam kegiatan ibadah kepada Allahta’ala, shalat berjamaah, dan hari raya-hari raya Islam.
Ini termasuk sarana yang berhasil dalam mendidik jiwa manusia, terutama ketika jiwa manusia itu enggan untuk diluruskan dari sesuatu yang disukainya. Dengan demikian, sarana yang tepat untuk mengisi waktu luang ini adalah dengan menciptakan kegiatan baru untuk menggantikan kesukaanya yang lama itu.
Sesungguhnya, apabila seorang anak memiliki waktu luang, maka akan masuklah kepadanya pikiran-pikiran kotor, bisikan-bisikan yang menggoda dan khayalan-khayalan berpacaran yang menggelora, sehingga ia tidak mendapati dalam dirinya selain adanya gejolak syahwat dan naluri seksual di hadapan gelombang bisikan itu. Dan saat itulah ia tidak mendapati jalan keluar, selain harus beranjak kepada sesuatu yang haram, untuk meringankan gejolak syahwatnya dan menekan pengaruhnya.
 Dikutip dari : Shira’ ma’asy syahwat karya Muhammad Shalih Al-Munajid
- See more at: http://dainusantara.com/nikmat-yang-terlupakan/#sthash.KcKjswiP.dpuf
Nikmat Yang Terlupakan. Ibnu Abbas radhiyallohu anhu berkata: Nabi shalallahualaihi wasallam bersabda :
« نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ »
“Ada dua kenikmatan yang membuat banyak manusia tertipu dengannya, yakni kesehatan dan maktu luang.”
                Kata al-ghibn berarti rugi dalam berjual-beli, seperti seseorang membeli barang dengan harga yang berlipat ganda, namun ia menjual barang itu dengan harga yang kurang dari harga pembelian. Jadi, banyak manusia yang dianugerahi Allah ta’ala nikmat kesehatan dan nikmat waktu luang, namun mereka melalaikannya.
Terkadang, seseorang memiliki kesehatan, namun ia tidak memiliki waktu luang, karena ia tersibukkan dengan  mencari penghidupan. Dan terkadang, seseorang itu berkecukupan, namun ia tidak sehat. Apabila terkumpul pada diri seseorang itu nikmat kesehatan dan nikmat waktu luang, lalu ia tidak mampu mempergunakan dua nikmat itu untuk mengerjakan sesuatu yang mendatangkan manfaat di dunia maupun di akhirat, berarti ia telah tertipu dan merugi dalam melaksanakan berbagai aktivitasnya. Karena itu, Allah Ta’ala menyebut hari kiamat dengan Yaum At-Taghabun (hari di tampakkanya kesalahan-kesalahan) :
“(ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, Itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan…” (At-Taghabun [64] : 9)
          Artinya, setiap orang akan ditampakkan kesalahan dan kerugiannya. Orang kafir akan mengalami kerugian, karena ia tidak mau beriman kepada Allah Ta’ala. Dan orang mukmin juga akan ditampakkan kerugiannya, karena ia tidak dapat memanfaatkan sebagian waktu yang dilewatinya untuk menjalankan ketaatan kepada Allah ta’ala
           Nabishalallahu alaihi wasallam bersabda :
” لَيْسَ يَتَحَسَّرُ أَهْلُ الْجَنَّةِ إِلَّا عَلَى سَاعَةٍ مَرَّتْ بِهِمْ لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ فِيهَا “
“Penghuni surga itu tidak akan mengalami penyesalan, kecuali penyesalan atas waktu yang telah mereka lewati, dan mereka tidak dapat mempergunakan waktu itu untuk mengingat Allah.”
      Inilah bentuk penyesalan yang dialami oleh penghuni surga, lantaran mereka tidak mampu mempergunakan waktu untuk mengingat nama Allah. Lantas, bagaimana menyesalnya orang yang telah menghabiskan waktunya berhari-hari, berbulan-bulan dan bertahun-tahun selama hidupnya untuk bermaksiat kepada Allah ta’ala dan untuk mengumbar syahwat dalam lembah-lembah kemaksiatan? Tentu, kerugian dan penyesalan justru akan lebih besar dan lebih hebat lagi.
           Maka dari itu, hendaknya setiap orang senantiasa mengingat-ingat hadits Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan dari Nabi shalallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda :
لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ : عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Pada hari kiamat nanti telapak kaki manusia tidak akan bergeser dari sisi Rabbnya, sampai ia ditanya tentang lima perkara, yakni tentang umurnya dalam hal apa ia habiskan, dan tentang waktu mudanya dalam hal apa ia sia-siakan, tentang hartanya darimana ia memperolehnya dan dalam hal apa ia belanjakan, dan apa yang telah ia perbuat dari ilmunya.”
Demikian pula, hendaklah ia selalu mengingat hadits Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam pernah berpesan kepada seseorang :
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara; masa mudamu sebelum datang masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR Al- Baihaqi)
Tidak diragukan lagi, sesungguhnya waktu luang itu dapat merusak jiwa, karena ia akan merusak potensi yang terpendam di dalam jiwa manusia. Awal mula kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan waktu luang adalah terbuangnya potensi yang dinamis secara sia-sia untuk mengisi waktu luang. Kemudian, dilanjutkan dengan melakukan suatu kebiasaan-kebiasaan yang berbahaya untuk mengisi waktu luang tersebut.
Ketika Islam melenyapkan kebiasaan jahiliyah, hari rayanya, hari besarnya dan pandangan hidupnya, maka Islam tidak memberikan kesempatan kepada kaum muslimin untuk bingung dalam mengisinya. Justru, islam telah menggantikan mereka dengan hari raya dan hari besar lain yang dapat menggantikan kedudukanya. Sebelumnya mereka berkumpul mengitari hidangan-hidangan minuman keras, judi dan mendengarkan musik-musik cabul. Kemudian, islam mengumpulkan mereka dalam kegiatan ibadah kepada Allahta’ala, shalat berjamaah, dan hari raya-hari raya Islam.
Ini termasuk sarana yang berhasil dalam mendidik jiwa manusia, terutama ketika jiwa manusia itu enggan untuk diluruskan dari sesuatu yang disukainya. Dengan demikian, sarana yang tepat untuk mengisi waktu luang ini adalah dengan menciptakan kegiatan baru untuk menggantikan kesukaanya yang lama itu.
Sesungguhnya, apabila seorang anak memiliki waktu luang, maka akan masuklah kepadanya pikiran-pikiran kotor, bisikan-bisikan yang menggoda dan khayalan-khayalan berpacaran yang menggelora, sehingga ia tidak mendapati dalam dirinya selain adanya gejolak syahwat dan naluri seksual di hadapan gelombang bisikan itu. Dan saat itulah ia tidak mendapati jalan keluar, selain harus beranjak kepada sesuatu yang haram, untuk meringankan gejolak syahwatnya dan menekan pengaruhnya.
 Dikutip dari : Shira’ ma’asy syahwat karya Muhammad Shalih Al-Munajid
- See more at: http://dainusantara.com/nikmat-yang-terlupakan/#sthash.KcKjswiP.dpuf

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Feature 3

Feature 2

Popular Posts