Salah seorang pengungsi Muslim Rohingya di Aceh, Nur Hassan namanya,
adalah seorang hafidz Qur’an. Dalam bahasa Arab yang terbata-bata karena
menahan rasa sedih dan haru, ia secara singkat menceritakan penderitaan
Muslim Rohingya.
Berikut petikan percakapan singkat Hardiansyah—relawan sebuah lembaga
kemanusiaan—dengan Nur Hassan (24), pekan lalu, dalam bahasa Arab yang
sudah di-Indonesia-kan.
Apa benar di kampung (tanah air) Anda di Rohingya, terjadi
pembantaian dan pembunuhan yang dilakukan oleh ekstremis Budha terhadap
Muslim?
Nur Hassan (NH): Demi Allah, mereka membunuh kami. Kami sedikit, kami tidak ada kekuatan.
Ayah Ibu Anda masih ada?
NH: Ibu masih ada, ayah saya sudah dibunuh saat sedang shalat…
Kawan-kawan Muslim Rohingya yang di Aceh, (sebagian mereka) ada bapak
dan ada ibu mereka, sedang saya di sini tidak ada ibu dan bapak.
Nur Hassan menjawab pertanyaan dengan bahasa Arab yang sedikit terbata-bata dan hampir meneteskan air mata.
Bagaimana ayah Anda dibunuh di sana?
NH: Ayah saya dibunuh dengan menggunakan pedang oleh kafir Budha.
Apa benar selama ini Anda dan saudara Muslim di sana tidak bisa melaksanakan ibadah dengan tenang?
NH: Kami tidak boleh adzan, tidak bisa merayakan Idul Fitri, tidak
bisa Idul Adha, tidak bisa shalat di masjid. Ekstremis Budha melarang
Muslim ke masjid.
Lalu, bagaimana Anda bisa menghafal Qur’an?
NH: Saya hafal Qur’an sejak umur 14 tahun. Bapak yang mengajarkan
kepada saya. Dia seorang ustadz di Rohingya. Sementara Budhis melarang
Muslim untuk menghafal Qur’an, juga melarang membaca Qur’an.
Kenapa Anda dan Muslim Myanmar tidak melawan mereka (ekstremis Budha yang melakukan kekerasan terhadap Muslim)?
NH: Muslim Rohingya sedikit… Kita tidak punya pedang dan senjata.
Budha di sana punya pedang dan senjata. Pemerintah (Myanmar) memberi
mereka senjata, memberi mereka pedang, dan Budha pakai itu (pedang dan
senjata) untuk (menyerang dan membunuh) kami, membunuhi Muslim.
Kami punya masjid, dan saat kami shalat di masjid, kaum ekstremis
Budha mengunci (masjid) kami dari luar saat kami shalat, sehingga kami
tidak bisa keluar.
Karena Nur Hassan sudah hampir meneteskan air mata, dia kami
peluk dan wawancara tidak kami lanjutkan. Selain itu, para relawan asal
Qatar telah tiba. Mereka membawa cukup banyak bantuan, dan Nur Hassan
harus menemui para relawan dari Qatar itu untuk menerima bantuan.
Tags
Feature 3
Feature 2
Popular Posts
-
Ditulis Oleh : Muhammad Rais Fadillah Kita wajib berlaku ihsan kepada diri sendiri, bahkan sebelum kita berlaku ihsan kepada sesame ...
-
Saya cuma ingin berkongsi pendapat tentang keutamaan hidup kita. Bagi saya dalam apa pun keputusan hidup kita, kita perlu membuat keuta...
-
Tuhan yang beri kita rezeki, dan hanya Dia yang berkuasa mengambilnya semula. Duit dalam genggaman kita, dalam akaun bank, dalam poke...
-
Tolong Menolong Dalam Kebaikan Dan Takwa Bersama Orang Non Muslim Allah berfirman: “ Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu...
-
Situs ini hanyalah dakwah seorang hamba yang tidak lebih hanya mengharap Ridho-Nya :) Semoga dapat memberikan 'Ilmu yang bermanfaat ...
-
40 dampak dan akibat berbuat zina 1) Dalam zina terkumpul bermacam-macam dosa, kemaksiatan dan keburukan 2) Berkurangnya agama / hila...
-
Bahagia bukan hanya hal-hal yang bisa membuat kita bahagia tetapi carilah hal-hal yang membuat kamu sedih dan cobalah berhenti untuk me...
-
Ditulis Oleh : Muhammad Rais Fadillah Sebagimana dalam konteks keimanan, dalam hal menjaga semangat belajar, motivasi untuk berusaha da...
-
RAGU sering sekali menghinggapi kita, misalnya saja ragu kepada hal kebaikan, contohnya : saat melihat pengemis dijalan, kita ragu untu...
-
Ditulis Oleh : Muhammad Rais Fadillah Dewasa ini banyak sekali orang yang merokok, bahkan tak jarang kita jumpai remaja ya...
0 komentar:
Posting Komentar